Title : Twin
Main cast : Kim Ki Bum (shinee)
Other cast : Kim Ki Hyun (imajinary cast,
kibum’s twin brother), Han soora
Author : S Ulfa Utari
Genre : Brothership, Angst and a little bit
Romance
Type :
one shoot
Rating
: PG - 13
Disclaimer : this plot is mine and this is real my fanfiction,asli buah karya saya :D. Kalopun ada kesamaan
tokoh, alur, latar dsb hanya kebetulan semata. Kim Ki Hyun hanya karakter
imajinasi, han soora (hana) adalah nama korea temenku :D
Prolog :
“hyung.. jebbal hyung, jangan lakukan hal
bodoh itu hyung..” lirihnya
“apa pedulimu, kau sudah merebut semuanya
dariku, kuulangi, SEMUANYA KAU REBUT, PUAS KAU”
All Kim Ki Bum POV
“saengil chukkahamnidaa, saengil
chukkahamnidaa saranghaenun uri hyun-ah saengil chukkahamnidaaa”
Aku memandang kecut pemandangan didepanku,
kenapa umma dan appa lebih menyayanginya, kenapa bukan aku yang disana, kenapa
harus aku yang duduk diam disini, kenapa?
Sejak lama aku tahu bahwa dia pasti akan lebih
dibanggakan, bagaimana tidak? Apa yang bisa mereka harapkan dariku? Hanya
seorang anak yang lumpuh, tak berguna dan menyusahkan saja, bukankah aku benar?
Ini semua salahnya, karna dia aku jadi lumpuh,
karena dia aku tidak bisa meraih mimpiku, karena dia kasih sayang orang tuaku
terbagi. Kenapa dia harus lahir?
Aku muak mendengar suara serak itu, aku muak
dengan wajahnya, yang amat kusesali, mirip dengan wajahku, yah, aku dan dia
adalah saudara kembar. Dan kebetulan sekali, aku kakaknya.
“saengil chukkahamnida kibum-ah,” umma dan
appa berganti menghampiriku, mencium kilas pipiku, aku tersenyum terpaksa,
“ini untukmu sayang,”appa menyodorkan sebuah
bungkusan besar kado ke arah hyun, aku tersenyum pahit, aku sudah biasa di
nomor duakan.
“dan ini untukmu kibum,” appa juga memberiku
hadiah, entah apa kedua hadiah ini sama, dia selalu lebih dariku, dalam hal apapun.
Dia membuka bungkusan
hadiahnya, sebuah gitar klasik berwarna coklat, sungguh, aku menginginkan itu.
Sedangkan aku? Aku menatap bungkusan dipangkuanku, hanya sebuah benda tak berguna, untuk apa mereka memberiku benda
yang tidak bisa aku mainkan lagi? Apa mereka ingin aku hancur?
“hyung, kau suka
kadonya? Aku dan appa yang memilihkannya untukmu, disitu ada tanda tangan
pemain favoritmu juga,” dia berkata sambil menunjukan senyumnya yang sungguh
memuakkan. Apa tujuannya memeberiku bola basket ini? Untuk meledekku? Aku
memang sudah tidak bisa merasakan kedua kakiku, tapi aku bisa merasakan sakit
dihatiku.
“yeah, aku suka
sekali,” kulemparka bola itu dengan kasar, mengakibatkan beberapa vas bunga
koleksi umma pecah,
“yaa, kibum-ah apa
yang kau lakukan?”kata appa sedikit berteriak ,
“memainkan bolaku,
bukankah itu yang dia mau?” aku menunjuk hyun dengan daguku, lalu mengarakhkan
kursi rodaku kea rah kamar, dan sesegera mungkin menutup pintu, aku sudah
sangat muak berada di sana.
Kau tahu kenapa aku
membencinya? Karena dia yang merebut semua dariku.
FLASHBACK
“bummie, tolong jemput
hyun-ah di sekolahnya,” umma berteriak memintaku menjemput anak manja itu,
kenapa dia selalu merepotkanku huh?
“arraseo,” aku
bergegas mengambil kunci motorku, hari sudah gelap dan aku bingung kenapa anak
itu masih berada di sekolahnya.
Aku melaju dengan
kecepatan sedang, jalanan licin karena hujan sempat turun sebelumnya.
Kulihat dia sedang
berjongkok di depan halte sambil sesekali menggosokkan kedua tangannya, aku
mengklaksonnya dan dia menoleh, “hyuung” serunya.
Semua yang ada di
halte melihat kea rah kami, mungkin heran dengan kemiripan wajah kami, aku
mendengus, begitu herankah mereka melihat anak kembar?
“hyung, nanti pulang
mampir sebentar ke toko itu ya?” dia menunjuk sebuah toko dipinggir jalan,
“arra, sekarang cepat
naik,”perintahku, aku sudah hampir beku disini,
Lalu, kejadian itu
berlangsung cepat, saat aku dan hyun hendak menyeberang dari jauh terlihat mobil
yang melaju kencang bergerak kea rah kami, aku memekik, membanting stang kea
rag trotoar, hyun terlempar beberapa meter, dan aku? Entahlah, serasa ada beban
berat di kakiku, dan setelah itu aku tidak ingat lagi.
END OF FLASHBACK
Aku memejamkan kedua mataku,
bayangan itu kembali hadir, sejak saat itu, aku tak bisa merasakan apapun pada
kedua kakiku, bahkan umma dan appa lebih mengkhawatirkannya, padahal aku lebih
menderita disini.
“key-ah?” ada
seseorang yang memanggilku, aku berbalik, mendapati han soora, tetangga
sekaligus sahabat kami, tersenyum padaku. Hanya dia, hanya dia yang mengerti
perasaanku, tapi sayangnya dia juga mengerti perasaannya. Kenapa semua harus
terbagi?
“soora-ya,”
Dia berjalan
mendekatiku, duduk di tepi kasurku.
“ini untukmu,”
Dia menyerahkan satu
bungkusan kecil padaku,
“apa ini?” tanyaku
setelah menerima hadiahnya, menimbang sejenak, lalu membuka bungkusnya, “wow,
ini keren soora-ya,” sorakku ketika mendapati bungkusan itu berisi sebuah jas
namun terkesan casual.
“aku tahu seleramu,
key,” hanya dia yang memanggilku key, karna menurutnya namaku terlalu monoton.
“gomawo,” aku
tersenyum padanya,
“cheonma, aku boleh
meminta sesuatu padamu?” tanyanya penuh harap, aku sudah menebak apa yang akan
ia minta,
“jika kau memintaku
untuk memaafkan dia, aku tidak mau, ah ya, itu juga berlaku untuk ajakanmu
sekolah,” dengusku,
“tapi key, ini sudah
tahun terakhir sma, kau tidak mau menyelesaikannya? Bukannya kau ingin masuk
unversitas inha?”
“untuk apa? Untuk
menjadi tontonan mereka, ‘waw seorang kim ki bum sekarang lumpuh?’, aku tidak
mau,” aku membalikan badan, untuk apa lagi aku punya mimpi, semua sudah
terenggut olehnya.
Soora menghampiriku
lalu menyentuh pundakku,
“kembalilah seperti
key yang dulu, sebelum ini semua terlambat key,”
------------------------
Aku sedang berada di
kamar dengan pintu sedikit terbuka ketika mendapati soora dan hyun berpegangan
tangan. Hyun seperti sedang mengatakan sesuatu yang penting, terlihat dari raut
wajahnya. Apa dia menembak soora? Tak cukup dia mengambil kasih saying oang
tuaku, sekarang dia juga ingin mengambil soora?
Aku tak tahan melihat
itu, ku banting pintu kamarku sekeras mungkin, membuat kegaduhan dirumah.
“hyung? Ki bum hyung?
Gwechanayo?” aku mendengar pintu kamarku diketuk oleh hyun, dia mencoba membuka
pintu.
Aku melempar apapun
benda yang ada di sekitarku ke arah pintu, dan dia terus menanyaiku pertanyaan
bodohnya.
“hyung, hyung dengar
aku? Hyung ada apa?”
Hah? Ada apa katanya?
Ini semua karenanya.
Aku semakin membabi
buta, melemparkan semua yang kutemukan, sekarang isi kamarku tak beraturan, dan
suara didepan pintu sekarang didominasi oleh soora dan umma.
“key-ah? Gwechana? Kau
kenapa key?”
“bummie? Kim kibum?
Gwechana nak?”
Apa peduli mereka
padaku, bukankah aku hanya merepotkan mereka, bukannya sudah ada hyun yang
mereka banggakan, kenapa mereka masih peduli padaku?
“APA PEDULI KALIAN HA?
BUKANNYA AKU SUDAH TIDAK BERGUNA? APA YANG KALIAN HARAPKAN DARIKU? SIMPAN SAJA
KASIH SAYANG KALIAN UNTUK SEORANG KIM KI HYUN YANG KALIAN SAYANGI ITU!!” aku
berteriak, mengeluarkan segala yang ada di hatiku.
Pintu kamarku sedikit
demi sedikit terbuka, mungkin appa yang berusaha mendobraknya. Aku mengambil
gunting yang tergeletak begitu saja di lantai, bukankah aku sudah tidak
berguna?
“ki bum! Ini appa,
buka pintunya atau appa akan mendobraknya!” suara tegas appa terdengar,
“SILAHKAN SAJA, AKU
TIDAK PEDULI, AKU AKAN PERGI DARI SINI!! SELAMANYA!!!” aku mencoba meraih
gunting itu, jaraknya terlalu jauh, aku tidak bisa menggapainya, aku menjatuhkan
diriku, tepat saat aku berhasil meraih gunting itu, pintu terbuka.
“hyung!”
“key!!”
“kibum!!”
“apa? Bukankah ini
yang kalian mau? Kalian mau aku pergi kan? Dan kau hyun, kau puaskan jika aku
pergi hah?”
“key, hentikan semua
omong kosong ini key!!” bentak soora,
“hah? Omong kosong?
Omong kosong katamu? Omong kosong apa? Dia telah merebut semuanya dariku, itu
benar kan? Siapa yang menyamai wajahku? Dia kan? Siapa yang merebut kasih
sayang appa dan umma? Dia kan? Siapa yang membuat aku lumpuh? Di kan? Lalu,
siapa yang memenangkan audisi itu? Dia kan? Kenapa, kenapa bukan aku, aku sudah
bermimpi memenangkan audisi itu, dan kalau bukan karena dia, aku pasti sudah
lolos. Dan kau soora, kau juga akan direbut olehnya, apa itu semua OMONG
KOSONG??” kulihat ekspresi syok mereka, biarlah, biarlah semua yang kurasakan
terungkap, biarlah rasa sakit ini memuncak, dan sebentar lagi aku bisa lepas
dari semua ini.
“hyung, dengarkan aku
dulu, aku tidak bermaksud merebut semuanya dari hyung, dan soora, dia dia hanya
mau membantuku” pintanya, hah?
“tidak
bermaksud? kau tahu? Aku muak denganmu, aku menyesal
mengenalmu, dan sungguh aku berharap kau tidak pernah ada di dunia ini”
“hyung.. jebbal hyung, jangan lakukan hal
bodoh itu hyung..” lirihnya
“apa pedulimu, kau sudah merebut semuanya
dariku, kuulangi, SEMUANYA KAU REBUT, PUAS KAU”
“tapi ini bukan jalan
untuk menyelesaikannya key, ini semua salah paham,” soora mendekatiku, aku
membuang muka,
“hah? Menyelesaikan
apa? Ini semua akan selesai ketika aku pergi, dan kalian, bisa berbahagia tanpa
aku kan?”
“cukup kim kibum,”
appa mendekat dan menamparku, aku tersentak, lalu sebisa mungkin tersenyum,
“lihat? Kau lihat?
APPA MENAMPARKU!! Apa masih bisa ini disebut omong kosong!!! HAH?”
“bummie,” umma
terlihat terpukul, aku minta maaf umma, tapi sepertinya ini yang terbaik.
Perlahan aku mengarahkan gunting itu ke arah pergelangan tanganku,
“KEY!!!” soora menepis
gerakanku, apa yang bisa aku lakukan, terlalu sulit melawan jika kau lumpuh,
namun aku tak tinggal diam, aku mengambil pecahan gelas yang aku lemparkan
tadi, tapi hyun mengerti gerakanku, tanpa sengaja pecahan gelas itu menusuk perutnya,
aku tersentak, darah hyun mengalir diantara jari jariku yang masih memegang
gelas itu, appa dan umma panik, appa segera menekan ponselnya, umma menahan
tubuh hyun. Soora, dia terlihat terpukul.
Aku hanya bisa diam,
menutup kedua telingaku mengacak-ngacak rambutku, aku kembali membabi buta,
tanganku yang berlumuran darah, aku melihatnya. Itu darah hyun, aku
membunuhnya, aku seorang pembunuh.
“hyun, hyun-a, hyun,”
umma mengguncang tubuh hyun, aku melihat dengan tatapan kosong, aku yang melakukan
itu, aku membunuh hyun, aku aku….
“cepat, ambulance
sudah datang,” appa mengambil alih, menggendong tubuh hyun dan membawanya
keluar, soora dan umma mengikuti, tapi kemudian soora berbalik dan menatapku
dengan sendu, “key,” katanya lalu berlalu.
“aaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrgggggggggggggggggggggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!”
Epilog~
“saengil chukkahamnida
hyung,” seorang lelaki berusia 20 tahun meletakkan sebuket bunga di atas makam
,disampingnya seorang yeoja menunggunya dengan sabar, ia berjongkok lalu tersenyum pada foto
kakaknya.
Kakaknya terlihat
bahagia dengan senyuman yang mengembang dibibirnya, di tangannya sebuah piala
tergenggam. ‘in memoriam KIM KI BUM’
“aku selalu
menyayangimu hyung, apapun yang terjadi,” bisiknya, kemudian beranjak
meninggalkan pemakaman, senyum terpatri di wajahnya, wajah yang sama dengan
wajah kakaknya. Selamanya, mereka adalah satu.